Saturday, January 30, 2010

For those who love uncertainty, 200 kilometers…, why not?. (headline iklan yang ditempel ditempat pengumuman kantor)

29 April 2006, naik sepeda gunung dari Rangkas Bitung-Sajira-Jasinga-Leuwi Liang-Parung-Ciputat-Bintaro, kurang lebih 200 kilometer.

Sesaat setelah sampai di rumah, hati ini selalu menggumamkan: “gak nyangka, akhirnya bisa melewati lebih 200 kilometer dalam sehari, 3,5 jam lebih cepat, bahkan beberapa hari kemudian masih menggumamkan hal yang sama. Bagi sebagian orang mungkin itu biasa saja, tapi mungkin juga luar biasa. Satu teman menanyakan mengenai kegiatan sepedaan tersebut, “jadi gak sepedaannya?”, “jadi dong”, “wah hebat lu, luar biasa”. Ungkapan spontan tersebut, merupakan kalimat affirmasi yang sangat positif terutama untuk yang menerimanya, kemudian kusimpan dalam benak, kutanamkan dalam hati, kujadikan running text di depan mata, bahwa saat tersebut aku luar biasa.

Selepas Jasinga menuju Leuwi Liang, hampir 80 persen tanjakan, dengan rata-rata elevasi kurang lebih 30 meter. Tanjakan adalah tantangan, tantangan untuk menyatakan dalam hati “gua gak akan turun”, “tanjakan ini hanya tanjakan biasa saja”, “gua pasti bisa lewati”. Luar biasanya tak satupun tanjakan yang membuatku turun menginjak aspal dan menuntun sepeda.

Aku dan Bung Tegi rekanku, pada saat-saat break selalu bergantian menanyakan apakah turun di tanjakan, dan jawabannya selalu “tidak”, kemudian selalu disusul dengan ungkapan “wah selamat”, dengan high five yang keras. “Plak”.

Satu lagi kalimat affirmasi positif. Pentingkah itu? Tentu jawabnya penting. “you can if you think you can”, “kamu pasti bisa jika kamu pikir kamu bisa”. Slogan tersebut tentunya sudah lama, sudah biasa diungkapkan dalam obrolan keseharian, namun seberapa sering kita mampu membuktikannya?

Menurut pakar motivasi, salah satu kunci sukses, dalam bidang apapun, karir, bisnis, keluarga atau lainnya, adalah seberapa sering kita mengingat, menyimpan dalam hati, menuliskan dan bahkan kemudian menempelkan tulisan hal-hal positif yang ada dalam diri kita, supaya sering terbaca. Intinya seberapa besar kita bisa menghargai diri kita sendiri, maka akan punya korelasi terhadap self confidence, asertif, dan tentunya tidak jadi orang yang inferior.

600 pernyataan negatif dalam 24 jam yang setiap saat datang menghampiri diri kita, entah dari dalam diri sendiri, tentunya oleh diri sendiri, dari orang lain atau eksternal. Sementara pernyataan positif yang diterima diri kita sangat jauh lebih sedikit dibanding pernyataan negatif. Tentu saja pernyataan-pernyataan tersebut pengaruhnya terhadap diri seseorang berbeda-beda, ada yang melesat berkembang atau melesak. Nah coba hitung dalam hari ini, sampai detik ini, seberapa banyak diri kita mendapatkan ungkapan positif dari dalam diri sendiri? Dari orang lain? Kemudian jika hasilnya sangat kurang?, bisa jadi karena orang Timur memang kurang ekspresif atau jangan-jangan tidak banyak hal positif yang kita lakukan hari ini.

No comments:

Post a Comment

LinkWithin

Related Posts with Thumbnails