Saturday, January 30, 2010

Bagaimana Menjalani Hidup

Di bawah ini ada beberapa kalimat, yang menggambarkan pengertian bagaimana menjalani hidup:

”Jalani hidup…., yang tenang-tenang-tenang sajalah…., seperti karang…” (sebuah kutipan dari lagu Iwan Fals).

”Aku ingin nyanyikan lagu, buat orang-orang yang terbuang, kehilangan semangat juang, terlena dalam mimpi panjang…., Aku ingin nyanyikan lagu.., buat kaum-kaum yang terbuang, kehilangan semangat juang.., terlena dalam mimpi panjaaang…., kenapa harus takut pada malam hari, nyalakan lilin dalam hatimu…, kenapa harus takut pada matahari, kepakan sayap, terbang tinggi di angkasaaa….” (sebuah kutipan lagu, saya tidak tahu lagu siapa, hanya lagu ini sering dinyanyikan para pengamen di bis kota).

”…hidup just for today, gua hanya ngakalin bagaimana caranya agar hidup gua bahagia hari ini, gak punya tabungan, gak punya asuransi, misalkan hari ini ada yang ngajak ke Thailand, terus gua punya uang, gua akan pergi, gak peduli besok atau lusa belangsak”, gua akan tetap jalan…” (sepenggal obrolan dengan seorang sahabat).

”I work for life, not life for work”… (sebuah kutipan dari blogger seseorang dari US).

Kalimat-kalimat di atas kadang membuat kita terlena, membuat kita menjalani hidup sangat lambat, kurang dinamis dan kehilangan semangat juang. Atau menjadi sekedar obat dikala lelah dan sesekali frustasi, dan akhirnya kita pasrah menjalani saja sesuai dengan apa yang kita dapatkan. Tidak bisa dipungkiri, bahwa sesekali kita mengeluhkan baik dalam hati atau diobrolkan dengan teman atau sahabat, bahwa materi yang kita peroleh dalam hidup terasa kurang, selalu kurang dan tidak cukup untuk memenuhi segala keinginan duniawi kita. Apakah hal ini menandakan kita benar-benar terjebak dalam teori konstruktivisme, bahwa kehidupan ini dibangun diatas opini, dibangun diatas kesepakatan-kesepakatan yang akhirnya menjebak diri sendiri.

Apakah tujuan hidup? Memiliki materi yang berkelimpahan? Atau cukup hidup bahagia di hari ini, besok, lusa dan hari-hari berikutnya? Pasti semua orang akan menjawab bahwa tujuan hidup adalah mencapai kebahagiaan? Lantas apa arti kebahagiaan itu? Apakah hidup bahagia hari ini? Besok? Lusa? Setiap hari?. Kalau ya, kenapa masih muncul dalam pikiran kita mengenai kurangnya materi yang kita dapatkan di setiap bulannya? Atau kita mendefinisikan bahagia juga belum tepat, masih simpang siur antara kebahagiaan tanpa materi atau kebahagiaan dengan materi. Benar-benar membingungkan.

Sedikit mengenai konstruktivisme.

Saya tidak tahu siapa yang pertama kali menemukan teori ini. Hanya menurut teori tersebut bahwa kehidupan saat ini dibangun di atas opini, diatas konsensus, di atas kesepakatan-kesepakatan yang dibangun sejak manusia ada. Kita mengartikan kursi adalah tempat duduk, bisa terbuat dari kayu, logam, batu, semen dengan fungsi umum untuk diduduki. Kursi tidak pernah disebut sendok atau ember, tapi tetap saja sampai saat ini disebutnya adalah kursi. Kita juga menyepakati bahwa emas adalah logam mulia, logam mahal, memiliki nilai materi tinggi, siapa yang menyepakati ini pertama kali dan kenapa. Kemudian kita juga menjadi stereotipe, bahwa ciri orang yang bahagia atau makmur adalah memiliki uang banyak, mobil mewah, rumah besar, kekuasaan tinggi, ganteng, cantik. Yang tidak seperti itu, dianggap tidak bahagia atau makmur. Kalau kita tidak ikut kesepakatan-kesepakatan di atas, kita menjadi orang yang aneh, orang yang maju, tidak modern atau menjadi orang yang bukan siapa-siapa. Semua orang mengejar, banting tulang untuk mendapatkan kesepakatan-kesepakatan yang telah dibangun, ada yang bisa, ada yang tidak, ada yang frustasi, ada yang gila, ada yang menjadi sadis dan bahkan mati. Kasihan kita…., kasihan manusia.., pantesan beberapa sufi mengatakan bahwa kehidupan adalah sebuah jebakan, sebuah siksaan, sebuah ujian, sebuah penjara, bahkan para sufi berlomba untuk melepaskan diri dari cengkeraman-cengkeraman tersebut. Syech Siti Jenar menyebutkan bahwa manusia bukan sedang menjalani kehidupan tapi sedang menjalani kematiannya untuk menjelang kehidupan nanti. Orang-orang yang tidak mengetahui jalan menuju kehidupan maka akan menderita sepanjang kematiannya.

Kemudian bagaimana menjalani hidup ini atau kematian ini (seperti menurut SSJ)?.

Jawabannya simple dan tidak simple. Dan jawaban yang saya miliki juga simple, adalah; TIDAK TAHU. Bagaimana menurut anda?

No comments:

Post a Comment

LinkWithin

Related Posts with Thumbnails